linda anita

>Welcome in my blog LINDA ANITA YANG CANTIK UNYU UNYU SILAHKAN BERIKAN SARAN DAN KOMENTAR ANDA....

Rabu, 26 April 2017

Tradisi Ma’nene di Tana Toraja

Menyeramkan! Tradisi Ma’nene di Tana Toraja!



Gambar dimuat di http://liluku.blogspot.com/ 

Di Tana Toraja ada sebuah ritual atau kebiasaan dalam prosesi pemakaman. Cukup unik dan, mungkin menyeramkan karena mayat yang telah disemayamkan bertahun-tahun di sebuah tebing tinggi dan kuburan batu, tiba-tiba jasadnya bangkit…
Mayat itu kemudian berjalan mencari rumahnya. Setiba di rumah, dia akan tidur lagi. Cerita mayat berjalan ini sudah dikenal masyarakat Toraja sejak jaman leluhur. Hingga kini ritual tersebut masih ada dan bisa dilihat dengan mata telanjang.
Kabut tipis menyelimuti pegunungan Balla, Kecamatan Baruppu, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Di tengah balai-balai rumah, warga menggelar sebuah ritual. Mereka menyebutnya: Ma’nene. Sebuah ritual untuk mengenang leluhur, saudara dan handai taulan yang sudah meninggal. Dari sinilah misteri budaya Tana Toraja terkuak.
Seorang wanita tua terlihat dikelilingi warga. Semua orang memandang serius. Siapa wanita itu? Entahlah. Dilihat dari belakang, dia usianya kira-kira 60-70 tahun. Sangat tua. Rambutnya tergerai dengan lebat. Rambutnya sudah ditumbuhi uban. Dia sama sekali tidak bergerak. Kedua tangannya disilangkan ke depan. Wanita tua itu mengenakan pakaian kegemarannya: warna biru.
Seluruh kulitnya terlihat kusut. Ada warna putih kecoklat-coklatan. Kelihatannya dulu dia pernah mengalami kebakaran sehingga kulitnya menjadi begitu. Yang aneh, meski dikelilingi puluhan orang, wanita itu tetap tak bergeming. Mematung. Tidak menoleh atau berbicara. Setelah didekati, alamak, ternyata dia adalah sesosok mayat!

 


Ma’nene, begitu kata orang Toraja. Apa itu? Itu adalah mayat yang telah diawetkan. Bagi masyarakat Toraja, kematian adalah sesuatu yang disakralkan. Bagi mereka, kematian harus dihormati. Mereka yang mati biasanya diletakkan di dalam gua. Selama bertahun-tahun didiamkan di sana.
Nah, mayat tadi, adalah mayat seorang ibu sekaligus nenek yang telah meninggal selama bertahun-tahun. Tapi anehnya, mayat tersebut masih utuh. Apakah dia dibalsem? Tidak. Kisah tentang mayat utuh ini sudah ada sejak tahun 1905.
Mayat-mayat utuh tersebut pertama ditemukan di sebuah gua di Desa Sillanang. Saat ditemukan mayat tersebut tidak busuk, pun sampai sekarang. Uniknya, mayat untuh itu tidak dibalsem maupun diberi ramuan. Alami.
Menurut anak ketua adat setempat, kemungkinan ada semacam zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia. “Kalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu menyelidiki tempat itu, sepertinya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan,” katanya.

Awal Mula Tradisi Ma’nene

Gambar dimuat di http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
 

Kisah Ma`nene bermula dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, ratusan tahun lampau. Ketika itu, dirinya berburu hingga masuk kawasan hutan pegunungan Balla. Dikisahkan di tengah perburuan, Pong Rumasek, warga Toraja, menemukan jasad seseorang yang meninggal dunia. Jasad itu tergeletak di tengah jalan di dalam hutan lebat. Kondisinya mengenaskan.
Tubuhnya tinggal tulang belulang. Hati Pong Rumasek tergugah. Ia ingi merawatnya. Jasad itu dibungkus dengan baju yang dipakainya. Setelah dirasa aman, Pong Rumasek kemudian melanjutkan perburuannya.
Sejak kejadian itu, setiap kali Pong mengincar binatang buruan, dia selalu mudah mendapatkannya, termasuk buah-buahan di hutan. Kejadian aneh kembali terulang ketika Pong Rumasek pulang ke rumah. Tanaman pertanian yang ditinggalkan, tiba-tiba panen lebih cepat dari waktunya. Bahkan, hasilnya berlimpah.
Sejak itu, setiap kali berburu ke hutan, Pong selalu menemui arwah orang mati yang pernah dirawatnya. Bahkan, arwah tersebut sering diajak berburu menggiring binatang.
Pong Rumasek pun berkesimpulan bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya. Maka dari itu, setiap tahun sekali sehabis panen besar di bulan Agustus, setiap penduduk Baruppu selalu mengadakan Ma`nene, upacara pemakaman untuk menghormati leluhur, tak lain mendiang Pong Rumasek.
Bagi masyarakat Baruppu, ritual Ma`nene juga dimaknai sebagai perekat kekerabatan di antara mereka. Bahkan Ma`nene menjadi aturan adat yang tak tertulis yang selalu dipatuhi setiap warga.
Ketika salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggal mati tak boleh kawin lagi sebelum mengadakan Ma`nene. Mereka menganggap sebelum melaksanakan ritual Ma`nene, status mereka masih dianggap pasangan suami istri yang sah. Tapi, jika sudah melakukan Ma`nene, maka pasangan yang masih hidup dianggap sudah bujangan dan berhak untuk kawin lagi.
Ritual Ma`nene sendiri dilakukan setiap tahun sekali. Ini merupakan satu-satunya warisan leluhur yang masih dipertahankan secara rutin hingga kini. Kesetiaan mereka terhadap amanah leluhur melekat pada setiap warga desa.
Penduduk Desa Baruppu percaya jika ketentuan adat yang diwariskan dilanggar maka akan datang musibah yang melanda seisi desa. Misalnya, gagal panen atau salah satu keluarga akan menderita sakit berkepanjangan.
Dalam bahasa Bugis, Toraja diartikan sebagai orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Namun, masyarakat Toraja sendiri lebih menyukai dirinya disebut sebagai orang Maraya atau orang keturunan bangsawan yang bernama Sawerigading.
Berbeda dengan orang Toraja pada umumnya, masyarakat Baruppu lebih mengenal asal usulnya dari Ta`dung Langit atau yang datang dari awan.
Lama kelamaan Ta`dung Langit yang menyamar sebagai pemburu ini menetap di kawasan hutan Baruppu dan kawin dengan Dewi Kesuburan Bumi. Karena itu, sering terlihat ketika orang Toraja meninggal dunia, mayatnya selalu dikuburkan di liang batu.
Tradisi tersebut erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Maka, tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi.
Seperti yang dilakukan keluarga besar Tumonglo. Bagi keluarga Tumonglo, ritual Ma`nene adalah sakral dan wajib dilakukan. Sejak pagi, keluarga ini sudah disibukkan serangkaian kegiatan ritual yang diawali dengan memotong kerbau dan babi. Bagi keluarga Tumonglo maupun sebagian besar masyarakat Toraja lainnya pesta adalah bagian yang tak terpisahkan setiap kali menghormati orang yang akan menuju nirwana. Meski mereka sudah banyak yang menganut agama-agama samawi, adat dan tradisi yang diwariskan para leluhurnya ini tak mudah ditinggalkan.
Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menjalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu–leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu–diturunkan.
Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.
Bersamaan dengan itu, peti jenazahpun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam itu berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu.

Ilustrasi dimuat di http://oppungmulajadi.blogspot.com/

Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.
Di desa Bu`buk, suasananya tak jauh beda dengan desa lainnya di Kecamatan Baruppu. Di tempat ini keluarga besar Johanes Kiding juga akan melakukan Ma`nene terhadap leluhurnya Ne`kiding. Sebelum ke kuburan, masyarakat dan handai taulan berkumpul di pelataran desa di bawah deretan rumah tradisional khas Toraja, Tongkonan.

 

Namun, kuburan yang dituju bukan liang batu seperti umumnya, melainkan Patane, semacam kuburan batu atau rumah kecil yang digunakan untuk menyimpan jasad para leluhur mereka.
Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.
Dalam setiap Ma`nene, jasad orang yang meninggal pantang diletakkan di dasar tanah. Karena itu, para sanak keluarga selalu menjaganya dengan memangku jasad leluhurnya. Tak ayal, tangis kepiluan kembali merebak. Mereka meratapi leluhurnya sambil menyebut-nyebut namanya. Jasad yang sudah dibungkus kain baru pun dimasukkan kembali ke dalam rumah patane. Kini, keluarga Johanes pun telah selesai melaksanakan amanah leluhur.
Mayat-mayat yang dimakamkan di kuburan tebing atau kuburan batu (patane)–setelah bertahun-tahun berlalu–kemudian diangkat dan dikeluarkan. Di situ para kerabat keluarga akan menangis. Tapi ada tradisi kuno yang dilakukan warga Toraja, selain mengeluarkan mayat, mereka juga membangkitkan mayat. Lebih unik lagi, mayat tersebut bisa disuruh berjalan pulang ke rumah. Hii…ngeri.
Yah, inilah fakta yang terjadi di Tana Toraja. Dan, mungkin hanya ada di tempat ini. Jika selama ini mayat berjalan hanya bisa ditonton di film-film yang tidak nyata, maka tradisi mayat berjalan di Tanah Toraja benar-benar ada di depan mata dan sangat nyata.
Cerita mengenai mayat berjalan banyak versinya. Versi yang pertama menyebutkan, dulu, ratusan tahun sebelumnya pernah terjadi perang saudara di Tana Toraja. Perang itu melibatkan orang-orang Toraja Barat dan Toraja Timur.
Dalam peperangan tersebut, Toraja Barat kalah telak. Sebagian besar tewas. Tetapi pada saat akan pulang kampung, seluruh mayat Toraja Barat bangkit dari kematin. Dan, berjalan. Sedang orang Toraja Timur, walaupun hanya sedikit yang tewas, mereka tetap menggotong mayat saudara mereka yang mati. Perang itu dianggap seri.
Sementara versi kedua, mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak itu sebenarnya sudah mengakar dari kehidupan masa lalu. Dulu, orang-orang Toraja biasa menjelajah daerah-daerah yang bergunung-gunung. Di sana banyak ceruk. Dan kemana-mana mereka hanya dengan berjalan kaki.
“Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau semacamnya. Dalam perjalanan itu, banyak dari mereka yang jatuh sakit dan mati,” cerita warga setempat.
Nah, supaya mayat tidak sampai ditinggal di daerah yang tidak dikenal (orang Toraja sangat menghormati roh orang mati), maka dengan satu ilmu gaib (semacam hipnotis), mayat-mayat itu kemudian dapat berjalan pulang. Cara demikian dilakukan supaya mayat tidak menyusahkan manusia lain. Sebab akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus jenazah sepanjang perjalanan yang makan waktu berhari-hari. Mayat berjalan itu baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya di dalam rumahnya sendiri.
Kendati demikian masih ada satu pantangan, yakni mayat yang berjalan tidak boleh disentuh. Kalau disentuh, hipnotisnya hilang.
Pada keturunan selanjutnya, orang-orang Toraja sering menguburkan mayatnya dengan cara mayat tersebut berjalan sendiri ke liang kuburnya. Begitu pula saat mereka ingin pulang atau dikangeni keluarganya. Di rumah, memang telah disediakan satu tempat khusus untuk mayat-mayat tersebut. Bila mereka (mayat) pulang, mereka bisa menghuni rumah itu. Setiba di rumah mereka akan tidur lagi. Tapi jika mau kembali ke rumah sebelumnya, yakni patane, mereka akan berjalan lagi.
Fenomena mayat berjalan juga dituturkan, Ardiansyah (28), warga asli Tanah Toraja. Dia mengaku pernah pernah menyaksikan sendiri dengan mata telanjang, ada mayat berjalan sendiri.
“Kejadiannya sekitar tahun 1992. Waktu itu saya baru kelas 3 SD. Pada saat itu di desa saya ada seorang bernama Pongbarrak yang ibunya meninggal. Seperti adat orang Toraja, sang mayat tidak langsung dikuburkan tetapi masih harus melalui prosesi adat rambu solo atau penguburan,” jelas Ardiansyah.
Setelah mayat dimandikan, lanjut Ardiansyah, mayat itu kemudian diletakkan di tempat tidur dalam sebuah kamar khusus sebelum dimasukkan ke peti jenasah. Pada malam ketiga, seluruh keluarga berkumpul untuk membicarakan bagaimana prosesi pemakaman yang akan dilaksanakan nanti.
“Saat itu saya duduk di teras rumah, tiba-tiba ada kegaduhan dalam rumah. Semua ibu-ibu berteriak. Karena penasaran, saya berusaha melongok ke dalam rumah. Dan astaga, mayat ibu Pngbarrak berjalan keluar dari kamar,” kenang Ardiansyah.
Ardiansyah menceritakan, saat itu dia dan temannya kontan berteriak histeris. Saking takutnya mereka langsung berlari menuruni tangga.
“Saya berlari dan mendapatkan ayah saya sambil berteriak histeris. Setelah itu saya langsung dibawa pulang ke rumah dan saya tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya,” cerita Ardiansyah yang mengaku baru pertama kali melihat mayat berjalan.
Keesokan harinya, kejadian tersebut membuat seluruh warga heboh. Dan informasi yang diperoleh Ardiansyah, Pongbarrak sengaja melakukan ritual tersebut karena dia ingin menghormati ibunya. Cuma pada malam itu, dia tidak ingin memindahkan ibunya. Pongbarrak cuma berusaha mempraktekkan ilmunya. Sebab konon, jika sang ibu sudah berada di kuburan batu, sewaktu-waktu dia akan menarik ibunya kembali untuk diajak pulang. Tentunya dengan cara berjalan sendiri.
Pada zaman sekarang, diakui Ardiansyah, memang hal itu nyaris tidak pernah terjadi, kecuali orang-orang Toraja yang berada di pedalaman. “Generasi muda seperti saya, malah tidak tahu soal itu. Yang kami tahu, kalau orang mati itu akan diletakkan di kuburan batu. Mereka bisa awet hingga bertahun-tahun,” jelas Ardiansyah yang mengaku pernah memakamkan keluarganya di kuburan batu.
Cuma, yang dibingungi Ardiansyah, adalah mayat berjalan. Menurutnya tradisi itu bukan sembarangan dilakukan oleh orang Tanah Toraja. Mereka yang bisa melakukan itu sebelumnya memiliki ilmu tertentu yang diturunkan dari guru-gurunya atau sesepuh adat.
“Itu ilmu kuno. Di jaman sekarang tak banyak orang bisa melakukan itu,” kata Ardiansyah.
Ardiansyah menambahkan, dia dulunya juga pernah diajari kakeknya. Tapi karena membangkitkan mayat dirasa ngeri, maka dia urung mempelajari ilmu tersebut.
Biasanya, orang yang memiliki ilmu membangkitkan orang mati, mereka awalnya mempraktekkan pada binatang seperti ayam atau kerbau yang diadu dalam keadaan leher terputus.
“Binatang seperti kerbau yang sudah dipotong kepalanya dan dikuliti habis pun, jika diberi mantera-mantera atau ilmu gaib Tanah Toraja, mereka masih bisa dibuat berdiri dan berlari kencang, mengamuk ke sana sini,” kutip Ardiansyah yang mengaku bangga dengan adat leluhurnya.
Meski begitu, tradisi Tanah Toraja menjalankan mayat dari rante (tempat persemayaman) ke patane, diakui Ardiansyah, hanya bisa dilakukan oleh masyarakat Toraja. Mayat-mayat tersebut dapat berjalan karena doa-doa yang dipanjatkan ke leluhur dan arwah almarhum.
Sayang, ritual ini perlahan mulai ditinggalkan. Sebab masyarakat Toraja telah banyak yang memeluk agama samawi. “Ritual Ma’nene sebenarnya tidak hilang, cuma jarang dipakai saja. Tapi bila mau masuk ke pelosok desa, ritual mayat berjalan masih tetap dijalankan. Sebab warga Toraja masih percaya dengan hal-hal mistik dan karena mereka ingin menjaga kekhasan budaya leluhur agar tidak hilang.

Jumat, 14 April 2017

7 modus penipuan terbaru di jalan raya

1. Pura-pura ribut

 ribut di jalan
Kalau curiga orang cuma ribut pura-pura, keluarin aja HP, pencet aplikasi video, terus teriak “Action!”. Kalau berani…

Jika ketemu orang ribut di jalan yang sepi malam-malam, mending ga usah digubris. Takutnya itu adalah modus buat merampok pengendara yang berhenti buat misahin mereka. Sebab, sudah ada beberapa kejadian seperti itu.

Sindikat ini biasanya pakai mobil dan motor. Sopir mobil dan motor bakal terlihat adu argumentasi sampai memaki-maki dan adu jotos buat menarik perhatian pengendara lain. Setelah ada pengendara yang coba misahin, turun 2-3 orang dari belakang mobil sambil bawa senjata.

Akhirnya, kendaraan orang yang misahin kericuhan itu diambil orang-orang tersebut. Kalau sudah ditodong senjata, ya hanya bisa pasrah orang itu nyerahin kendaraannya. Daripada nyawanya melayang.

2. Jatuhin cek

 modus penipuan cek jatuh
Hari gini jatuhin cek? Jatuhin duit cash dong

Ini terhitung modus baru penipuan di jalanan. Kalau kamu menemukan amplop berisi cek senilai ratusan juta atau bahkan miliarn rupiah, jangan senang dulu. Bisa saja itu cek palsu yang dipakai penipu buat menjebak calon korbannya.

Penipu yang pakai modus ini sengaja membuang amplop berisi cek dengan surat yang dilengkapi nama dan nomor teleponnya. Ketika orang menemukan amplop ini, pasti dia berusaha menghubungi nomor telepon di surat itu. Nah, saat itulah si penipu beraksi.

Dia bakal menjanjikan sejumlah duit imbalan kepada orang yang menemukan cek itu. Tapi, ada syaratnya. Dia akan meminta detail rekening si penemu cek, misalnya bank, nomor rekening, sampai jumlah duit di rekening dan PIN ATM.

Sepertinya si penipu pakai ilmu gendam via telepon. Korbannya biasanya nurut-nurut saja dituntun ke ATM untuk disuruh mentransfer duit ke rekening si penipu. Kalau nemu cek semacam ini dan setelah menelepon ternyata disuruh macam-macam, langsung tutup saja teleponnya.

3. Rem berasap

Rem berasapKalau diteriakin rem berasap, jawab aja “Iya, Pak, lagi fogging demam berdarah.”

Kalau penipuan dengan modus rem berasap banyak  terjadi di wilayah dataran tinggi, terutama Puncak, Bogor. Modus ini banyak menimpa pengendara mobil yang tengah menuju Puncak. Biasanya pengendara ini baru sekali ke Puncak, jadi pengalamannya minim.

Penipu yang pakai modus ini adalah pengelola bengkel di Puncak. Mereka beraksi dengan menyiramkan air sabun ke knalpot yang menimbulkan asap. Saat ada asap, akan muncul pengendara motor yang mengingatkan sopir mobil itu bahwa remnya mengeluarkan asap, padahal asap keluar dari bagian knalpot.

Setelah sopir menepi, pengendara motor itu pura-pura membantu tapi ujungnya bilang, “Wah, harus diganti ini udah rusak.” Terus sopir mobil bakal dibimbing ke bengkel terdekat dan digetok dengan harga mahal untuk sebuah spare part yang belum tentu asli juga.

Modus ini sudah lazim terjadi di Puncak. Jadi kalau ketemu orang teriak-teriak remnya rusak atau apa pun, cuekin saja. Bilang saja kamu sudah punya asuransi mobil yang akan mengurus semuanya biar dia ga terus mengikuti.

4. Sengaja nyenggol

Sengaja nyenggolOrang kok suka senggol-senggolan. Pas kecil gak pernah main bom bom car kali ya

Modus sengaja nyenggol ini dilakukan pengendara motor secara berkomplot. Biasanya mereka menyasar pengemudi mobil perempuan, karena dianggap lebih gampang diperdaya.

Modus ini dijalankan pertama-tama oleh seorang pemotor yang sengaja nyenggol mobil calon korbannya kemudian ngotot minta ganti rugi. Dia bakal mengaduh kesakitan dan beralasan kakinya dulu pernah dioperasi.  Dia juga mengancam akan membawa kasus itu ke polisi.

Kalau pengemudi mobil kukuh ga mau ganti rugi, bakal datang 2-3 temannya yang mengaku sebagai saksi kecelakaan itu. Mereka bakal menakut-nakuti si sopir agar membayar ganti rugi saja daripada nombok di polisi. Mereka juga ikut menuding bahwa si sopirlah yang salah.

Jika mengalami kejadian seperti ini, jawab saja tantangan si pemotor buat bawa kasus ini ke polisi. Kalau kamu merasa benar dan surat-surat lengkap, tantang balik dia untuk saat itu juga ke polisi. Dia pasti jiper dan memilih ngibrit meninggalkan TKP.

5. Debt collector gadungan

Debt collector gadunganDuh, Indonesia. Debt collector aja dipalsuin coba

Kasus debt collector gadungan ini sering menimpa orang yang membeli sepeda motor dengan cara kredit. Komplotan mata elang itu biasanya memiliki akses ke data kredit leasing tertentu. [Baca: Siasat Jitu Menghindari Mata Elang]

Modusnya, mereka terdiri atas 5-6 orang bergerombol di pinggir jalan sambil pegang handphone communicator zaman dulu. Mereka tampak seperti mengecek pelat nomor setiap kendaraan yang lewat. Setelah nemu pengendara yang berpotensi jadi korban, mereka langsung tancap gas.

Empat orang dengan sepeda motor tanpa pelat di belakang bakal memepet si korban dan memberhentikannya. Kemudian mereka akan menginterogasi korban dan menyatakan kredit motor itu bermasalah, walau si korban beli motor dengan cara cash sekalipun.

Ujungnya adalah mereka bakal memaksa menyelesaikan masalah ini di “kantor”. Lalu salah satu di antara mereka akan membawa motor korban dan ngacir ke kantor yang entah berada di mana, sementara korban ditinggal sendirian.

Kalau ketemu kasus kayak gini, jangan kabur karena bakal dikejar mereka. Berhenti saja di tempat yang ramai dan langsung masukkan kunci motor ke saku. Tanggapi santai pertanyaan-pertanyaan mereka dan minta bukti bahwa motor itu bermasalah.

6. Jual barang di jalan

penipuan jual barang di jalanOrang kok jual barang di jalan. Sekarang kan zamannya belanja online

Modus ini dilakukan oleh satu orang di jalan yang memasang tampang minta dikasihani. Dia akan menawarkan barangnya, seperti arloji atau handphone, kepada pejalan kaki yang ditemui dengan alasan tak punya ongkos pulang.

Dia bakal menggunakan dalih macam-macam, seperti habis dijambret. Ujungnya, dia meminta barangnya dibeli dengan harga jauuuh di bawah harga pasar. Misalnya hape Samsung Galaxy Young dihargai Rp 100 ribu.

Saat dicek, hape ini terlihat meyakinkan, asli. Tapi begitu sudah deal, dia akan meminta izin melepas SIM card tapi dengan triknya menukar hape itu dengan hape replika yang udah disiapkan di tas atau kantong.

Bila ketemu orang semacam ini di jalan, simpan dulu rasa kasihan kita. Kalau omongannya sudah menjurus ke modus di atas, bilang saja, “Maaf, saya sudah tahu,” lalu kabur.

7. Nenek kehabisan ongkos

Nenek kehabisan ongkosMama yang suka minta pulsa pas jadi nenek-nenek suka keabisan ongkos

Modus yang satu ini mirip dengan modus jual barang, hanya pelakunya biasanya nenek-nenek renta. Dia biasanya beraksi di jalanan atau angkutan umum.

Pertama-tama, dia bakal menegur orang di jalan lalu bertanya alamat. Kemudian dia mengeluh mencari alamat orang ga ketemu-ketemu sampai kehabisan ongkos. Ujungnya, “Kalau ada duit seikhlasnya, Nak, buat nenek pulang ke (menyebut nama daerah yang jauh dari TKP)”.

Kalau terjadi di angkutan umum, Metro Mini, misalnya, si nenek bakal beraksi dari kursi belakang lalu berpindah-pindah sampai kursi depan. Kepada setiap penumpang dia akan menceritakan kisah sedihnya itu agar mendapat duit.

Memang, tak semua yang mengaku kehabisan ongkos di jalan adalah penipu. Tapi kalau modusnya sudah mirip kayak di atas, kita pantas curiga. Kalau mau bersedekah, mending yang pasti-pasti saja, seperti ke panti asuhan atau panti jompo.


Selain ketujuh modus penipuan di jalanan di atas, mungkin ada modus lain yang belum begitu populer sehingga belum terdeteksi masyarakat. Ketika berada di jalanan, kita wajib selalu waspada karena ancaman bahaya selalu ada.